BERBAHASA BALI DENGAN BAIK DAN BENAR

Main Article Content

I MADE SUWENDI

Abstract

Bahasa Bali digunakan sebagai alat komunikasi oleh masyarakat Bali sebagai penuturnya. Penutur bahasa Bali ini tidak hanya tinggal di Bali melainkan tersebar di seluruh Indonesia. Bahasa Bali dilihat dari variasinya, secara umum memiliki dua dialek, yaitu dialek Bali Aga, dan dialek Bali Dataran. Penutur bahasa Bali dialek Bali Aga tinggal di daerah-daerah pegunungan, sedangkan penutur bahasa Bali dialek Bali Dataran tinggal di dataran Bali Utara dan dataran Bali Selatan.              Bahasa Bali dialek Bali Aga tidak mengenal tingkat-tingkatan bahasa atau sor-singgih basa. Sebaliknya pada dialek Bali Dataran penggunaan anggah-ungguhing basa ini sangat umum. Hanya saja tidak semua penutur mampu menerapkan anggah-ungguhing basa Bali ini dengan baik dan benar, terutama punutur kalangan remaja yang tinggal di pusat-pusat kota dan sekitarnya. Bagaimanakah bentuk penggunaan bahasa Bali dengan baik dan benar ? Permasalahan inilah yang perlu dikaji dan disosialisasikan. Hal ini penting dilakukan mengingat pemakaian bahasa Bali secara kualitatif masih sangat perlu ditingkatkan. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dan laku bahasa yang disebut etnografi berbahasa, dengan  mengacu pada konsep Dell Hymes seperti yang dikutip  Nababan (1993) dan Jendra (2007). Selain itu juga digunakan konsep anggah-ungguhing basa Bali oleh I. B. Udara Naryana (1983) dan Ida Padanda Gede Buruan Munik Manuaba (2013).           Ragam bahasa yang ada dalam bahasa Bali sesuai dengan Anggah-ungguhing Basa adalah ragam alus (basa Alus), ragam madia (basa Madia), ragam andap (basa Andap), dan ragam kasar (basa Kasar). Berdasarkan nilai rasa (rasa Basa) kalimat (lengkara) bahasa Bali dapat diklasifikasikan menjadi Lengkara Alus Singgih, Lengkara Alus Madia, Lengkara Alus Sor, Lengkara Andap, dan Lengkara Kasar. Sedangkan kata-kata dalam bahasa Bali dilihat dari nilai rasa (rasa basa)-nya, diklasifikasikan menjadi: Kruna Alus Singgih, Kruna Alus Mider, Kruna Alus Sor, Kruna Alus Madia, Kruna Mider, Kruna Andap, dan Kruna Kasar. Dengan demikian berbahasa Bali dengan baik dan benar berarti penggunaan bentuk-bentuk bahasa Bali sesuai dengan situasi wicara, serta penggunaan kalimat dengan pilihan kata yang tepat sesuai dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam bahasa Bali, yakni Anggah-Ungguhing Basa Bali. Kata Kunci: bahasa bali, ragam, kalimat, kata

Article Details

How to Cite
SUWENDI, I. M. (2016). BERBAHASA BALI DENGAN BAIK DAN BENAR. Widya Accarya, 6(2). https://doi.org/10.46650/wa.6.2.308.%p
Section
Articles

References

Atmaja, Jiwa. 2008. Bias Gender: Perkawinan Terlarang pada Masyarakat Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Barry, Peter. 2010. Beginning Theory: Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya. Terjemahan Harviyah Widiawati dan Evi Setyarini. Beginning Theory: An Introduction to Literary and Cultural Theory. Yogyakarta: Jalasutra.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: INSISTPress.
Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Jalasutra. Contemporary Feminist Theories. Yogyakarta: Jalasutra.
Karmini, Ni Nyoman. 2008. “Sosok Perempuan dalam Teks Geguritan Di Bali: Analisis Feminisme (disertasi)”. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Nasir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Poerbatjaraka, R.M.Ng. 1988. “Cerita Panji dalam Perbandingan Sebuah Pembicaraan Umum”, dalam Achadiati Ikram (ed.), Bunga Rampai Bahasa, Sastra, dan Budaya. Intermasa.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi Dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________________ 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme Hingga Poststrukturalisme Perspektif Wacana Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
________________ 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santoso, Anang. 2009. Bahasa Perempuan: Sebuah Potret Ideologi Perjuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Soyomukti, Nurani. 2009. Perempuan di Mata Soekarno. Yogyakarta: Garasi.
Suarka, I Nyoman. 2007. Kidung Tantri Pisacarana. Denpasar: Pustaka Larasan.
Sugono, Dendy. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama.
________________ 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.
Turaeni, Ni Nyoman Tanjung. 2008. “Citra Perempuan dalam Geguritan Puyung Sugih (tesis)”. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Vickers, Adrian. 2005. Journeys of Desire a Study of the Balinese Text Malat. Leiden: KITLV Press.
Wareing, S. 1999. Language and Gender. Dalam Thomas, L. & Wareing, S. (Eds), Language, Society and Power: An Introduction (hlm. 65-78). London & New York: Routledge.
Warna, I Wayan. dkk. 1978. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar: Dinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Wellek Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Wisnu Parta, Ida Bagus Made. 2009. “Geguritan Luh Lutung: Analisis Struktur dan Semiotik (skripsi)”. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Most read articles by the same author(s)