STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BALI SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN

  • I Kadek Aprianta Putra Universitas Dwijendra
  • A.A. Mas Adi Trinaya Dewi Universitas Dwijendra
Keywords: Kedudukan Anak, Perkawinan, Hukum Adat Bali, Child Position, Marriage, Balinese Customary Law

Abstract

Perkawinan tidak hanya menyatukan seorang pria dan wanita dalam sebuah rumah/keluarga. Perkawinan selalu membawa konsekuensi hukum baik bagi sang istri maupun suami yang telah menikah secara sah. Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, berbagai konsekuensi hukum tersebut sebenarnya sudah diatur antara lain, misalnya, menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak selama perkawinan berlangsung; tanggung jawab mereka terhadap anak-anak; konsekuensinya terhadap harta kekayaan baik kekayaan bersama maupun kekayaan masing-masing serta akibat hukumnya terhadap pihak ketiga. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : bagaimana kedudukan anak kandung setelah putusan perceraian ditinjau dari Hukum Adat Bali dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus status anak dalam perkara perceraian. Kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut : Kedudukan anak kandung setelah putusan perceraian ditinjau dari Hukum Adat Bali adalah sebagai ahli waris dan penerus keturunan dari orang tua laki-laki dari perkawinan yang sah. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus status anak dalam perkara perceraian antara lain : Karena istri tidak mau pulang ke rumah Suami setelah pulang dari Turki tetapi ke rumah orang tuanya, saat Tergugat yaitu istri berada di luar negeri, Penggugat dan Tergugat masih sering berkomunikasi dan putus komunikasi setelah Tergugat pulang dari luar negeri, keluarga tidak rukun lagi, sering terjadi percekcokan, tergugat dengan penggugat sudah tidak serumah lagi, keterangan-keterangan saksi, fakta dan kenyataan yang terungkap di persidangan. Putusan hakim sudah memberikan rasa keadilan bagi pihak Penggugat yaitu anak yang lahir dari perkawinan Penggugat dengan Tergugat bernama Ni Luh Putu Ratna Lingga Santhi sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab Penggugat.   Marriage does not only unite a man and a woman in a house/family. Marriage always brings legal consequences for both the wife and husband who are legally married. In the marriage law applicable in Indonesia, various legal consequences have actually been regulated, including, for example, regarding the rights and obligations of each party during the marriage; their responsibilities towards children; the consequences for assets, both joint assets and their respective assets and the legal consequences for third parties. The formulation of the problem in this study is: how is the position of the biological child after the divorce decision in terms of Balinese Customary Law and what is the basis for the judge's consideration in deciding the status of the child in a divorce case. The conclusions in this study are as follows: The position of biological children after the divorce decision in terms of Balinese Customary Law is as heirs and successors of male parents from legal marriages. The judge's basic considerations in deciding the status of children in divorce cases include: Because the wife does not want to return to her husband's house after returning from Turkey but to his parents' house, when the Defendant, namely the wife is abroad, the Plaintiff and Defendant still often communicate and break communication after The defendant returned from abroad, the family did not get along anymore, there were frequent quarrels, the defendant and the plaintiff were no longer at home, witness statements, facts and facts were revealed at trial. The judge's decision has given a sense of justice to the Plaintiff, namely the child born from the Plaintiff's marriage with the Defendant named Ni Luh Putu Ratna Lingga Santhi is fully the rights and responsibilities of the Plaintiff.  

References

Artadi I Ketut, 2003, Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya, Pustaka Bali Pos, Denpasar, cetakan ke II.

Hilman Hadikusuma, 2005, Hukum Perkawinan Adat, PT. Citra Aditya Bakti.

Pudja I Gede, Cok Rai Sudharta, 2002, Manawa Dharma Sastra, Pelita Nusantara Lestari, Jakarta, Cetakan ke I.

Soekanto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Surya, 2003, Biologi, Balai Pustaka, Jakarta.

Windia Wayan P., 2014, Hukum Adat Bali Aneka Kasus dan Penyelesaiannya, Udaya University Press.

Yahya Harahap M., 2014, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

Dyatmikawati, P. (2011). Perkawinan Pada Gelahang dalam Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Bali Ditinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 7(14).

I Wayan Artana. (2019). KEDUDUKAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN MENURUT UNDANG – UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Kerta Dyatmika, 16(1), 1-10.

SH, N. P. Y. S., & Kn, M. (2016). PERKAWINAN LARI (PAKONDONG) DITINJAU DARIUNDANG –UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Panenggo Ede Kecamatan Kodi BalagharKabupaten Sumba Barat Daya Propinsi Nusa Tenggara Timur). Kerta Dyatmika, 13(2).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Pesamuhan Agung II Majelis Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali Nomor 01/Kep/PSM- 3/MDP Bali/X/2010 tanggal 15 Oktober 2010

Published
2023-03-20
How to Cite
I Kadek Aprianta Putra, & A.A. Mas Adi Trinaya Dewi. (2023). STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BALI SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN. Kerta Dyatmika, 20(1), 64-74. Retrieved from http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1393