Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika <p>KERTA DYATMIKA merupakan Jurnal Ilmu Hukum yang dipublikasikan oleh Fakultas Hukum Universitas Dwijendra yang mempublikasikan hasil penelitian serta gagasan konseptual dibidang hukum yang dikemas secara normatif maupun empiris terkait dengan kebijakan pemerintah, yurisprudensi ataupun isu-isu hukum yang aktual dimasyarakat. KERTA DYATMIKA telah memiliki Internasional Standard Serial Number (ISSN) dengan nomor ISSN 1978-8401, yang secara reguler dipublikasikan 2 kali dalam satu tahun pada Bulan Maret dan September. Dalam setiap publikasinya KERTA DYATMIKA menghadirkan artikel ilmiah yang ditulis oleh para akademisi dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra maupun akademisi Universitas lainnya serta penulis yang berasal dari kalangan praktisi hukum instansi pemerintah ataupun swasta. Publikasi KERTA DYATMIKA ditujukan kepada seluruh mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Dwijendra, akademisi, praktisi hukum, penyelenggara negara, serta masyarakat lainnya yang membutuhkan publikasi ini.</p> en-US wahana.chandra@gmail.com (Dr. I Made Wahyu Chandra Satriana,S.H.,M.H) lindacantika900@gmail.com (Anak Agung Linda Cantika, S.H., M.H.) Mon, 25 Mar 2024 06:45:41 +0800 OJS 3.1.2.1 http://blogs.law.harvard.edu/tech/rss 60 PENERAPAN E-TILANG BAGI PELANGGAR LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLDA BALI http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1470 <p>Penerapan E-tilang merupakan langkah yang diambil kepolisian dalam mewujudkan pelayanan publik agar lebih efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dalam konteks penerapan e-tilang di wilayah hukum Polda Bali diterapkan bagi pelanggar lalu lintas dan angkutan jalan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Sub Direktorat Penegakan Hukum (Subdit Gakkum) Polda Bali, merujuk pada ketentuan Undang Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana penerapan e-tilang di wilayah hukum Polda Bali dan apa hambatan penerapan e-tilang diwilayah hukum Polda Bali. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian empiris. Hasil penelitian yaitu ETLE sebagai rekaman peralatan elektronik untuk dipergunakan sebagai penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan.&nbsp; Terkait pelanggaran lalau lintas, petugas akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada pemilik kendaraan yang berisi permohonan kepada pemilik kendaraan untuk mengonfirmasi pelanggaran tersebut. Hambatan atau kendala penerapan e-tilang bagi pelanggar lalu lintas di wilayah hukum Polda Bali, terkait e-tilang yang dikirimkan kepada pihak pemilik kendaraan sebelumnya yang dikarenakan data surat-surat kendaraan masih terdata pada pemilik sebelumnya sedangkan yang melanggar bukan pemilik sebelumnya menjadi suatu kendala yang dapat terjadi. Upaya mengatasinya pemilik sebelumnya wajib harus konfirmasi / koordinasi ke petugas ETLE Polda Bali, bahwa bukan dirinya yang melanggar dan mengkonfirmasi bahwa kendaraan tersebut sudah dijual dengan menyertakan bukti-bukti jual beli, bahwa adanya hambatan kurangnya fasilitas ETLE di beberapa titik jalan raya yang tidak bisa dijangkau. Upaya mengatasinya yaitu dengan cara ETLE Mobile. Bahwa ETLE Mobile merupakan sistem penindakan pelanggaran yang terpasang di kendaraan polisi ataupun menggunakan gawai (handphone).</p> <p><em>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; The application of E-tickets is a step taken by the police in realizing public services to be more effective, efficient, transparent and accountable. In the context of the implementation of e-tickets in the jurisdiction of the Bali Police it is applied to traffic and road transport violators, in this case it is carried out by the Bali Police Law Enforcement Sub Directorate (Subdit Gakkum), referring to the provisions of Law No. 22 of 2009 concerning Traffic and Road Transportation and Government Regulation No. 80 of 2012 concerning Procedures for Inspecting Motorized Vehicles on the Road and Enforcement of Road Traffic and Transportation Violations. The purpose of this study is to find out how the implementation of e-tickets is in the jurisdiction of the Bali Police and what are the obstacles to the implementation of e-tickets in the jurisdiction of the Bali Police. </em><em>The research method used is the empirical research method. The results of the research are ETLE as a record of electronic equipment to be used as a prosecution of traffic violations and road transportation. Regarding traffic violations, the officer will send a notification letter to the vehicle owner containing a request for the vehicle owner to confirm the violation. </em><em>Obstacles or obstacles to the implementation of e-tickets for traffic violators in the jurisdiction of the Bali Police, related to e-tickets sent to the previous owner of the vehicle because the data on the vehicle documents are still recorded on the previous owner while those who violated were not the previous owner which became an obstacle, can be occur.</em> <em>As an effort to overcome this, the previous owner must confirm / coordinate with the Bali Police ETLE officer, that he was not the one who violated it and confirmed that the vehicle had been sold by including proof of sale and purchase, that there were obstacles to the lack of ETLE facilities at several points on the highway that could not be reached. An effort to overcome this is by means of ETLE Mobile. Whereas ETLE Mobile is a violation enforcement system installed in police vehicles or using mobile devices.</em></p> I Putu Suda Mertha Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1470 Thu, 14 Dec 2023 00:00:00 +0800 TANGGUNG JAWAB AVIATION SECURITY DALAM PEMERIKSAAN PENUMPANG DAN BARANG DI WILAYAH BANDAR UDARA INTERNASIONAL I GUSTI NGURAH RAI BALI http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1482 <p>Transportasi udara mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Tujuan pemeriksaan penumpang dan barang adalah untuk mendorong terciptanya keamanan penerbangan udara. Salah satu tanggung jawab <em>Aviation Security</em> dalam hal menjaga keamanan penerbangan udara sesuai dengan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah tanggung jawab <em>Aviation Security</em> dalam pemeriksaan penumpang dan barang di wilayah Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali dan apakah kendala kendala <em>Aviation Security</em> dalam pemeriksaan penumpang dan barang di wilayah Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris <em>(law in action</em>) yaitu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara <em>das solen</em> dengan <em>das sein</em> yaitu kesenjangan antara teori dengan dunia realita. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang dilakukan melalui wawancara dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui bahan dokumen, peraturan perundang – undangan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tanggung jawab <em>Aviation Security</em> diatur dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dalam hal pemeriksaan penumpang dan barang harus sesuai dengan standar operasional prosedur yang berpedoman dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yaitu SKEP 2765/XII/2010 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Keamanan Penumpang, agar tercipta rasa aman bagi penumpang yang melakukan kegiatan penerbangan dan kendala – kendala <em>Aviation Security</em> dalam pemeriksaan penumpang dan barang yaitu kendala manusia, penegak hukum, dan fasilitas sarana prasarananya.</p> <p><em>Air transportation plays a strategic role in supporting the development and national integration which become part of efforts to advance public welfare. The purpose of passengers and goods inspection are to encourage the air flight safety. One of the responsibilities of Aviation Security in terms of maintaining air flight security is in accordance with Law Number 1 of 2009 concerning Aviation. The formulation of the problems in this research are what is the responsibility of Aviation Security in inspecting passengers and goods in the area of I Gusti Ngurah Rai International Airport in Bali and what are the constraints of Aviation Security in passengers and goods checking in the area of I Gusti Ngurah Rai International Airport in Bali. The type of research used is empirical legal research (law in action); research that departs from the gap between das solen and das sein; the gap between theory and reality. This study used primary data; data obtained directly from the field through interviews and secondary data, the data obtained through document and laws. The conclusion of this study is that the responsibility of Aviation Security is regulated in Law Number 1 of 2009 concerning Aviation in terms of passengers and goods inspection must be in accordance with standard operating procedures which are guided by the Regulation of the Director General of Civil Aviation; SKEP 2765/XII/2010 concerning Procedures Passenger Security Examination. The things to consider in order to create a sense of security for passengers carrying out flight activities and Aviation Security constraints in inspecting passengers and goods are; human being, law enforcement, and facilities.</em></p> I Gusti Ngurah Putu Agung Wahyu Pradana Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1482 Mon, 29 Jan 2024 03:26:07 +0800 KEBIJAKAN PEMBUKTIAN INSIDER TRADING PADA PASAR MODAL DI INDONESIA http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1475 <p><em>Insider Trading</em> adalah suatu kejahatan di Pasar Modal yang sangat sulit untuk dibuktikan. Berdasarkan latar belakang masalah yang dibahas, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah yang pertama Bagaimana kebijakan dalam pembuktian <em>insider trading</em> pada pasar modal di Indonesia?&nbsp; Dan hambatan apa saja yang ada dalam pembuktian <em>insider trading</em> pada pasar modal di Indonesia?&nbsp; Di keluarkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, merupakan bukti nyata dukungan pemerintah untuk memajukan Pasar Modal di Indonesia, di samping untuk memberikan transparansi, perlindungan terhadap investor untuk memportofoliokan dananya di Pasar Modal. Larangan insider trading mulai diatur dengan hadirnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK/013/1990 tentang Pasar Modal sebagaimana yang telah di ubah dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 284/KMK.010/1995, yang kemudian diperkuat dengan berlakunya UUPM. Dalam UUPM mengkategorikan tindak pidana menjadi dua, yaitu kejahatan dan pelanggaran.Penegakan hukum insider trading mencakup tiga hal, yaitu penegakan secara administratif, perdata, dan pidana. Cara membuktikan adanya insider trading dalam pasar modal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pertama, dengan cara mendeteksi ada atau tidaknya orang dalam yang melakukan transaksi atas efek Perusahaan. Kedua, memeriksa para pihak yang dideteksi telah melakukan <em>insider trading</em>. Kesulitan dalam pembuktiaan Insider Trading disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: Modus operandi dari <em>white collar crime</em> jauh lebih kompleks, Pelaku <em>white collar crime</em> jarang yang mempunyai Riwayat, Kerugian dari <em>white collar crime</em> di pengadilan umumnya.</p> <p><em>Insider Trading is an act committed by parties classified as "insiders" using company information that has not been published. Some types of insider trading are Prime r Insider, Secondary Insider, Tipper, and Tippee. Insider Trading is a crime in the Capital Market that is very difficult to prove. Based on the background of the problems discussed, the formulation of the problems in this study, are the first How is the policy in proving insider trading in the capital market in Indonesia? And what obstacles are there in proving insider trading in the capital market in Indonesia?The issuance of Law Number 8 of 1995 concerning the Capital Market is clear evidence of government support to advance the Capital Market in Indonesia, in addition to providing transparency, protection for investors to invest their funds in the Capital Market. The prohibition of insider trading began to be regulated with the presence of the Decree of the Minister of Finance Number 1548/KMK/013/1990 concerning the Capital Market as amended by the Decree of the Minister of Finance Number 284/KMK.010/1995, which was then strengthened by the enactment of the UUPM. The UUPM categorizes criminal acts into two, namely crimes and violations.Law enforcement of insider trading includes three things, namely administrative, civil, and criminal enforcement. How to prove the existence of insider trading in the capital market can be done in 2 ways, namely first, by detecting whether or not there are insiders who make transactions on the Company's securities. Second, examining the parties who are detected to have committed insider trading. The difficulty in proving insider trading is caused by the following factors: The modus operandi of white collar crime is much more complex, The perpetrators of white collar crime rarely have a history, The disadvantages of white collar crime in court are generally.</em></p> I GUSTI LANANG AGUNG ARYA WIBAWA Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1475 Mon, 05 Feb 2024 00:00:00 +0800 SANKSI ADAT TERHADAP PARA PELAKU PENCABUTAN PENJOR DI WILAYAH TARO TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1472 <p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sanksi adat terhadap pelaku terkait pelanggaran adat pencabutan penjor di Desa Adat Taro, Tegallalang, dan mengetahui upaya Desa Adat Taro dalam hal pencegahan pelanggaran adat pencabutan penjor. Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah pendekatan yang bersifat yuridis-normatif yang didukung dengan jenis penelitian Empiris yaitu suatu penelitian yang berfokus atau mengkaji mengenai penerapan norma-norma hukum atau kaidah-kaidah dalam hukum positif. Hasil dari penelitian ini adalah Tujuh Prajuru Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegallalang, Gianyar yang menjadi terdakwa kasus pencabutan penjor Galungan tidak dikenakan sanksi adat dikarenakan korban sedang dalam masa dikenakan sanksi adat <em>Kasepekang</em> oleh Desa Adat Taro. Namun para tersangka tetap divonis 8 bulan penjara hukum nasional dikarenakan perbuatan pencabutan penjor merupakan tindak pidana penistaan agama. Dalam putusan majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 156a Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pencegahan tindak pelanggaran adat pencabutan penjor dilakukan upaya Preventif dengan cara memaksimalkan jajaran penegak hukum yang terdiri dari bendesa adat, prajuru desa, beserta wali desa untuk meningkatkan pengawasan dan koordinasi. Desa Adat berupaya untuk melengkapi awig-awig dengan pararem tertulis yang mengatur secara khusus mengenai pelanggaran adat pencabutan penjor maupun sarana Upacara Agama lainnya, dengan selalu mengupayakan korelasi antara hukum adat dan hukum nasional, serta kesadaran hukum dan pengetahuan masyarakat perlu ditingkatkan. Upaya Refresif dilakukan dengan Penajaman Sanksi, berupaya untuk memberikan sanksi terhadap tindak pidana serupa. Peningkatan atau penajaman sanksi ini berupa mengkaji kembali awig-awig Desa Adat Desa Taro melalui paruman adat. Segi Penindakan, prajuru Desa Adat Taro Kelod agar lebih berhati-hati kembali sebelum melakukan sebuah tindakan pelanggaran dengan menimbang banyak hal antara lain tentang hukum adat dan nasional, dan bila ada pelanggaran serupa dapat diadili secara adat melalui paruman</p> <p><em>The purpose of this study is to determine the application of customary sanctions towards perpetrators related to customary violations of the penjor handling over in Desa Adat Taro, Tegallalang, Gianyar, and to know the effort in terms of prevention of customary violations of Penjor Handling over. </em><em>The method used in the preparation of this research is a juridical-normative approach supported by the type of empirical research, which is a research that focuses or examines the application of legal norms or rules in positive law. </em><em>The results of this study are Seven of Prajuru Adat Desa Adat Taro who is a defendant in the case is not subject to customary sanctions because the victim is in the period of being subject to customary sanctions Kasepekang by Desa Adat Taro. However, the suspects were still sentenced to 8 months in prison under national law because the act of handling over of penjor is a criminal offense of blasphemy. In the ruling, the panel of judges stated that the defendants were legally and convincingly proven to have violated the article 156a Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Prevention of customary violations of penjor revocation is carried out preventive efforts by maximizing the ranks of law enforcement consisting of bendesa adat, prajuru desa, anda wali desa to improve supervision and coordination. Desa Adat Strive to complement awig-awig with written pararems that specifically regulate violations of customary revocation of penjor and other means of religious ceremonies, by always striving for a correlation between customary law and national law, as well as legal awareness and public knowledge need to be improved.</em><em> Repressive efforts are carried out with Sanctions Sharpening, seeking to sanction similar criminal acts. This increase or sharpening of sanctions is in the form of reviewing awig-awig Desa Taro by paruman Adat. In terms of enforcement, Taro Kelod Customary Village stewards should be more careful before committing an act of violation by considering many things, including customary and national law, and if there is a similar violation, it can be tried customarily through paruman.</em></p> Gede Darma, Kadek Mery Herawati, Lya Meinar Laksmiwati Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1472 Mon, 05 Feb 2024 03:54:04 +0800 PERANAN DESA ADAT DALAM MENERAPKAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN PROSES PERKAWINAN DALAM AWIG – AWIG DESA ADAT DI DESA ADAT TAKMUNG KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1525 <p>Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum Adat yang ada di Propinsi Bali mempunyai suatu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun berada dalam ikatan <em>Kahyangan Tiga (Kahyangan </em>Desa) yang mempunyai wilayah dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagai kesatuan masyarakat hukum Adat (Desa Adat) diikat oleh aturan Adat atau hukum Adat yang tumbuh dan berkembangan dalam lingkungan masyarakat setempat, yang lebih dikenal adalah dalam bentuk <em>Awig-Awig </em>yang merupakan pedoman dasar dari Desa Adat dalam pemerintahannya. Adapun pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana penerapan sanksi <em>awig-awig </em>Desa Adat dan hambatan-hambatan apa saja yang dialami terhadap pelanggaran perkawinan yang dilakukan oleh Krama Desa Adat Takmung. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan empiris, untuk dapat memberikan gambaran secara kualitatif . Data primer dan data sekunder ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan lapangan dengan studi dokumenmaupun pedoman wawancara. Simpulan penelitian ini menunjukan penerapan sanksi terhadap pelanggaran <em>awig- awig </em>desa Adat tergantung dari pelanggaran yang dilakukan sesuai dengan apa yang tercantum dalam <em>awig-awig </em>desa Adat Takmung dengan mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan dan bijksana, baik berupa denda secara fisik atau denda dengan harta (meteriil). Dengan sosialisasi kepada warga desa secara terus menerus dan tindakan yang tegas baik perangkat desanya atau kepatuhan warga desanya maka hambatan-hambatan dalam penerapan sanksinya dapat diselesaikan dengan sebaik- baiknya.</p> <p><em>Traditional Villages as a customary law community unit in the Province of Bali have a unity of traditions and manners for social life of the Hindu community from generation to generation within the Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) bond which has its own territory and assets and has the right to take care of its own household. As a customary law community unit (Adat Village) is bound by customary rules or customary law that grows and develops within the local community, which is better known in the form of Awig-Awig which is the basic guideline of the traditional village in its administration. The main problem in this writing is how to apply the awig-awig sanction of the Traditional Village </em><em>and what obstacles are experienced against marriage violations committed by the Krama of the Takmung Traditional Village. The approach method used is an empirical approach, to be able to provide a qualitative description. Primary data and secondary data were conducted through library and field research using document studies and interview guidelines. The conclusions of this study show that the application of sanctions for violations of awig-awig in traditional villages depends on the violations committed in accordance with what is stated in the awig-awig in traditional villages of Takmung by prioritizing amicable and wise settlements, either in the form of physical fines or monetary fines. . With continuous outreach to villagers and firm action by both the village apparatus and the compliance of the villagers, the obstacles in applying sanctions can be resolved as well as possible..</em></p> A.A. Mas Adi Trinaya Dewi, Ni Made Trisna Dewi, Ni Putu Listya Dewi Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1525 Wed, 13 Mar 2024 04:04:33 +0800 PROSES PERALIHAN TANAH YANG DIKUASAI NEGARA UNTUK DIJADIKAN HAK GUNA BANGUNAN DI KANTOR ATR/BPN KOTA DENPASAR http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1528 <p>Hak-hak atas tanah termasuk salah satu hak perseorangan atas tanah. Hak perseorangan atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya, perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan/atau mengambil manfaat dari tanah tersebut. Hak-hak perseorangan atas tanah berupa hak atas tanah, wakaf tanah, hak milik, hak tanggungan, dan hak milik atas satuan rumah susun. Peralihan terhadap hak atas tanah yang disertai terkait perbuatan hukum, peralihan terkait hak atas tanah dalam hukum dapat berpindah.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Proses Peralihan Tanah Yang Dikuasai Negara Untuk Dijadikan Hak Guna Bangunan Di Kantor ATR/BPN Kota Denpasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yakni menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Proses&nbsp; Peralihan Tanah Yang Dikuasai Negara Untuk Dijadikan Hak Guna Bngunan Di Kantor ATR/BPN Kota Denpasar, dalam praktek dilakukan melalui dari pemohon memohon akta Hak Guna Bangunan (HGB) dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembuatan akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Keputusan Presiden (sesuai pasal 24 ayat 4 Perturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan). Provinsi Bali barulah Kantor Pertanaahan Kota Denpasar menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimohon berdasarkan menunjuk Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunannya dan Kendala-kendala yang dihadapi dalam proses perpanjangan Hak Guna Bangunan di Kantor ATR/BPN Kota Denpasar antara lain : Mengenai pendaftaran, jangka waktu dari Hak Guna Bangunan, kesulitan dalam tata cara perpanjangan dan pengaruh master plan.</p> <p><em>Land rights are one of the individual rights to land. Individual rights to land are rights that authorize the holder of their rights, individuals, groups of people together, legal entities to use, in the sense of controlling, using, and/or taking benefits from the land. Individual rights to land in the form of land rights, land waqf, property rights, mortgage rights, and property rights to flat units. The transfer of land rights accompanied by legal actions, transfers related to land rights in law can be transferred.</em> <em>The purpose of this study was to determine the process of transferring land controlled by the state to be used as building rights at the </em><em>National Land Goverment</em><em> Denpasar.</em> <em>The method used in this research is empirical juridical, namely analyzing the problem by combining legal materials (which are secondary data) with primary data obtained in the field.</em> <em>The results of the research and discussion are: The process of transferring land controlled by the state to be used as a building use right at the Denpasar City </em><em>National Land Goverment</em><em> Office. Obstacles encountered in the process of extending the Right to Build at the Denpasar City </em><em>National Land Goverment</em><em> Office</em><em>.</em></p> Sang Ayu Made Ary Kusuma Wardhani, Ni Putu Yunika Sulistyawati, I Dewa Gede Putra Riswama Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1528 Sun, 24 Mar 2024 03:02:22 +0800 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEREDARAN NARKOTIKA TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KLUNGKUNG http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1530 <p>Perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Anak mendefinisikan anak ialah seseorang yang belum genap berusia 18 tahun termasuk pada anak yang masih berada didalam kandungan ibunya. Perlindungan hukum terhadap anak yang diberikan oleh Negara merupakan wujud dari terjaminnya hak-hak setiap anak demi kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang anak tersebut. Dalam era globalisasi saat ini, banyak anak melakukan tindakan melawan hukum yang salah satunya adalah tindak pidana peredaran narkotika. Apabila terbukti seorang anak sebagai pelaku pengedaran atau penyalahgunaan narkotika, maka anak tersebut akan menjalani peradilan khusus untuk memperoleh sanksi pidana dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam beberapa kasus penyalahgunaan narkotika oleh anak yang pernah ditangani oleh Polres Klungkung, sanksi yang diberikan pada&nbsp;&nbsp; anak&nbsp;&nbsp; yaitu&nbsp;&nbsp; dengan metode diversi (penyelesaian perkara pidana diluar peradilan) sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana oleh anak. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana peredaran narkotika terhadap anak dibawah umur di wilayah hukum Polres Klungkung, dan 2. Apa upaya Polres Klungkung dalam menangani peredaran narkotika yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan jenis penelitian hukum empiris, dengan menggunakan asas legalitas, asas kepastian hukum, asas tindak pidana anak dan asas pertanggungjawaban pidana, dan dalam perumusan analisisnya. Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan dua jenis data yakni data primer dan data sekunder, dua teknik pengumpulan data yakni, teknik wawancara dan Teknik studi dokumen, selanjutnya data ini akan di analisis meggunakan analisis kualitatif yang dikombinasikan dengan logika hukum deduktif yang mana data tersebut akan disajikan secara deskritif kualitatif dan sistematis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertanggungjawabann pidana yang dapat ditempuh oleh anak pelaku tindak pidana peredaran narkotika salah satunya ialah dengan dilakukannya metode diversi diversi (penyelesaian perkara pidana diluar peradilan), tindakan perawatan (treatment), perbaikan/rehabilitasi (rehabilitation) serta pemidanaan. Sedangkan upaya penanggulangan oleh Kepolisian terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika dilakukan dengan upaya preventif dan upaya represif.</p> <p><strong><em>&nbsp;</em></strong></p> <p><em>Child protection as stipulated in Article 1 number 1 of the Child Protection Act defines a child as someone who is not 18 years old yet, including children who are still in their mother's womb. Legal protection of children provided by the State is a form of guaranteeing the rights of every child for the sake of survival, and the growth and development of the child. In the current era of globalization, many children commit acts against the law, one of which is the crime of narcotics trafficking. If it is proven that a child is a perpetrator of narcotics distribution or abuse, then the child will undergo a special trial to obtain criminal sanctions with reference to Law Number 11/2012 concerning the Child Criminal Justice System. In several cases of narcotics abuse by children that have been handled by Klungkung Police, the sanctions given to children are the diversion method (settlement of criminal cases outside the judiciary) as a form of criminal responsibility by children. Based on this, the following problem formulation can be formulated: 1. How is the criminal liability for narcotics trafficking of minors in the Klungkung Police jurisdiction, and 2. What are the efforts of Klungkung Police in handling narcotics trafficking committed by minors.</em><em> The type of research used was empirical legal research, using the principle of legality, the principle of legal certainty, the principle of juvenile crime and the principle of criminal responsibility, and in the formulation of its analysis. In writing this scientific work using two types of data namely primary data and secondary data, two data collection techniques namely, interview techniques and document study techniques, then this data will be analyzed using qualitative analysis combined with deductive legal logic where the data will be presented in a qualitative and systematic description.</em><em> The results of this research concluded that one of the criminal responsibility that can be taken by children who commit criminal acts of narcotics trafficking is the diversion method (settlement of criminal cases outside the judiciary), treatment, repair / rehabilitation and punishment. Meanwhile, countermeasures by the Police against criminal acts of narcotics abuse are carried out with preventive efforts and repressive efforts.</em></p> <p>&nbsp;</p> I Made Wahyu Chandra Satriana, Ni Made Liana Dewi, Km Edy Satriawan Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1530 Mon, 25 Mar 2024 03:24:06 +0800 PENGATURAN HUKUM PERETASAN SITUS WEBSITE YANG DILAKUKAN OLEH WNA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1531 <p>Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 1 angka 21 bahwa yang dimaksud Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum, sehingga aturan tersebut dapat menjerat pelaku yang merupakan warga negara asing. Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain Bagaimanakah Pengaturan peretasan situs website menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik? Dan Bagaimanakah akibat hukum bagi seorang peretas situs website yang merupakan warga negara asing? Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang bertumpu pada pendekatan konsep dan norma serta perundang undangan dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Pengaturan peretasan situs website menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diatur dalam Pasal 30 ayat 1, 2 , dan 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sementara Akibat hukum bagi seorang peretas situs website yang merupakan warga negara asing dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik</p> <p><em>Law Number 19 of 2016 concerning Information and Electronic Transactions in Article 1 number 21 that what is meant by Persons are individuals, both Indonesian citizens, foreign citizens, and legal entities, so that these rules can ensnare perpetrators who are foreign citizens. Based on the background of the problem as stated above, several problems can be formulated, including</em> <em>how are the arrangements for hacking websites according to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions? And what are the legal consequences for a website hacker who is a foreign citizen? </em><em>The research method used is a normative research method that relies on the approach of concepts and norms and laws with data collection techniques through literature study. </em><em>Arrangements for hacking websites according to Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions are regulated in Article 30 paragraphs 1, 2 and 3 of Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Laws -Law Number 11 of 2008 Concerning Information and Electronic Transactions Temporary Legal consequences for a website hacker who is a foreign citizen may be subject to sanctions based on Article 46 of Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions</em></p> ANAK AGUNG GDE PUTERA SEMADI, AGUS SURYA MANIKA, I GEDE MANIK HARISANDHI Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1531 Mon, 25 Mar 2024 03:34:18 +0800