http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/issue/feedKerta Dyatmika2024-09-25T11:53:07+08:00Dr. I Made Wahyu Chandra Satriana,S.H.,M.Hwahana.chandra@gmail.comOpen Journal Systems<p>KERTA DYATMIKA merupakan Jurnal Ilmu Hukum yang dipublikasikan oleh Fakultas Hukum Universitas Dwijendra yang mempublikasikan hasil penelitian serta gagasan konseptual dibidang hukum yang dikemas secara normatif maupun empiris terkait dengan kebijakan pemerintah, yurisprudensi ataupun isu-isu hukum yang aktual dimasyarakat. KERTA DYATMIKA telah memiliki Internasional Standard Serial Number (ISSN) dengan nomor ISSN 1978-8401, yang secara reguler dipublikasikan 2 kali dalam satu tahun pada Bulan Maret dan September. Dalam setiap publikasinya KERTA DYATMIKA menghadirkan artikel ilmiah yang ditulis oleh para akademisi dilingkungan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra maupun akademisi Universitas lainnya serta penulis yang berasal dari kalangan praktisi hukum instansi pemerintah ataupun swasta. Publikasi KERTA DYATMIKA ditujukan kepada seluruh mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Dwijendra, akademisi, praktisi hukum, penyelenggara negara, serta masyarakat lainnya yang membutuhkan publikasi ini.</p>http://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1540PENGATURAN HUKUM PENGGUNAAN MEREK KOLEKTIF TERDAFTAR BERDASARKAN PASAL 79 UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS2024-09-25T11:50:31+08:00Ni Made Trisna Dewimadetrisnadewishmh@gmail.comIda Bagus Bayu Brahmantyakeprabayu@gmail.comKadek Yoga Artha Diputradekoga233@gmail.com<p>Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak-hak untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut yang diatur oleh norma-norma atau hukum yang berlaku. Hak kekayaan intelektual merupakan hasil olah otak manusia yang diimplementasikan berupa ciptaan berbentuk karya, seni, desain, maupun penemuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Merek merupakan sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri, merek sebuah produk tidak dapat dinikmati oleh pembeli. Merek hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materiilnya yang dapat dinikmati. Pendaftaran terhadap merek memiliki beberapa syarat-syarat dalam pengajuan merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (DJKI). Menurut yuridis syarat-syarat pendaftaran merek berada pada pasal 4 Undang-Undang Merek No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam latar belakang tersebut, rumusan masalah yang dapat ditemukan yaitu Bagaimana Pengaturan Hukum Penggunaan Merek Yang Tidak Sesuai Dengan Merek Yang Didaftarkan? Bagaimana Kepastian Hukum Penggunaan Merek Kolektif terdaftar Berdasarkan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative <em>(normative law research). </em>Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum yuridis normatif <em>(normative law research)</em> yag mana penelitian hukum yuridis normative adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder menggunakan studi kasus normatif. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Pengaturan Hukum Penggunaan Merek Yang Tidak Sesuai Dengan Merek Yang Didaftarkan masih terdapat norma kabur dimana jika melihat Pasal 79 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis, pada isi pasal tersebut tidak menjelaskan secara jelas dan terperinci mengenai asas mutatis mutandis dimana hal tersebut menyebabkan multitafsir dan membuat pasal tersebut menjadi kurang jelas normanya atau adanya kekaburan norma. Kepastian hukum dalam pendaftaran merek sangat penting bagi pemilik merek karena dapat memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap penggunaan merek oleh pihak lain yang tidak sah atau tidak diizinkan. Selain itu, pendaftaran merek juga dapat memperkuat hak-hak pemilik merek dalam mengajukan gugatan dan menyelesaikan sengketa merek di pengadilan. Dalam konteks bisnis, kepastian hukum dalam pendaftaran merek juga dapat memberikan kepercayaan dan kepastian bagi investor untuk melakukan investasi di Indonesia. Hal ini karena merek yang telah terdaftar dan mendapatkan perlindungan hukum dapat meningkatkan nilai merek dan nilai bisnis perusahaan. Pendaftaran merek memerlukan kepastian hukum yang memadai untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan nilai merek dan bisnis perusahaan.</p> <p> </p> <p><em>Intellectual Property Rights (IPR) are rights to do something about intellectual property that is regulated by applicable norms or laws. Intellectual property rights are the result of processing of the human brain which is implemented in the form of creations in the form of works, art, designs, and inventions that can be utilized in human life. A brand is something that is affixed or attached to a product, but it is not the product itself, the brand of a product cannot be enjoyed by buyers. Brands only cause satisfaction for buyers. Material objects that can be enjoyed. Registration of a mark has several requirements in submitting a mark to the Directorate General of Intellectual Property, Ministry of Law and Human Rights (DJKI). According to the juridics terms of marks registration are under article 4 of the Trademark Law No. 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. In this background, the formulation of the problem that can be found is How is the Legal Arrangement for the Use of a Mark That Does Not Conform to a Registered Mark? How is the Legal Certainty on the Use of Collective Marks Registered Based on Article 79 of Law Number 20 of 2016 Concerning Marks and Geographical Indications? The research method used in this research is normative law research. </em><em>The type of research used in this research is normative juridical research, where normative juridical research is legal research conducted by examining literature or secondary materials using normative case studies. </em><em>The conclusion of this research is that legal arrangements for the use of marks that are not in accordance with registered marks still have blurred norms where if you look at Article 79 of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, the contents of this article do not explain clearly and in detail the mutatis mutandis principle, which causes multiple interpretations and makes the article less clear on norms or there is a blurring of norms. Legal certainty in trademark registration is very important for brand owners because it can provide adequate legal protection against unauthorized or unauthorized use of the mark by other parties. In addition, trademark registration can also strengthen the rights of trademark owners in filing lawsuits and resolving trademark disputes in court. In the business context, legal certainty in trademark registration can also provide confidence and certainty for investors to invest in Indonesia. This is because a registered trademark and legal protection can increase the brand value and business value of the company. Trademark registration requires adequate legal certainty to provide protection and increase the value of the company's brand and business.</em></p>2024-07-31T06:26:39+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1553PENYIDIKAN TERHADAP KASUS PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK MAUPUN LIQUEFIED PETROLEUM GAS DISUBSIDI PEMERINTAH2024-09-25T11:50:57+08:00I Gede Indra Pramana Putraindrapramana011@gmail.com<p>Meskipun hukum mengenai Minyak Gas dan Minyak Bumi sudah diatur di Indonesia dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Gas dan Minyak Bumi, namun kenyataannya di masyarakat masih terjadi Tindakan penyalahgunaan pengangkutan dan niaga bahan bakar minyak tanah bersubsidi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka ditemukan rumusan masalah yaitu bagaimanakah proses penyidikan terhadap kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak maupun <em>Liquefied Petroleum Gas </em>(LPG) yang disubsidi Pemerintah di Polda Bali, dan bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Bali dalam menanggulangi penyalahgunaan bahan bakar minyak maupun <em>Liquefied Petroleum Gas </em>(LPG) yang disubsidi Pemerintah (Studi Kasus Putusan PN Denpasar Nomor 958/Pid.Sus/Lh/2021/Pn Dps).</p> <p>Jenis penelitian yang dipergunakan adalah jenis penelitian hukum empiris dan penelitian ini bersifat deskriptif. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori negara hukum, teori penegakan hukum, teori kepastian hukum dan teori penanggulangan kejahatan. Teori negara hukum dan teori penegakan hukum digunakan untuk membedah rumusan masalah pertama. Teori kepastian hukum dan teori penanggulangan kejahatan digunakan untuk membedah rumusan masalah kedua.</p> <p>Hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini adalah penegakan hukum terhadap tindakan penimbunan bahan bakar minyak di Wilayah Hukum Kepolisian Bali belum berjalan efektif dan belum maksimal berdasarkan data 3 tahun terakhir yang menunjukkan peningkatan yang menandakan masih terjadinya pelanggaran. Upaya Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi (BBM) dilakukan dengan Upaya Pre-emptif, Upaya <em>Preventif</em>, dan Upaya <em>Represif</em>.</p> <p> </p> <p><em>Even though the law regarding Oil, Gas and Petroleum has been regulated in Indonesia with the existence of Law Number 22 of 2001 concerning Oil, Gas and Petroleum, in reality there are still acts of misuse in the society of the transportation and trading of subsidized kerosene fuel. Based on this background, the formulation of the problem was found, namely how was the investigation process into cases of misuse of fuel oil and Liquefied Petroleum Gas (LPG) subsidized by the Government at the Bali Police, and what legal remedies were taken by the Bali Regional Police in overcoming abuse of oil and liquefied fuel Petroleum Gas (LPG) which is subsidized by the Government (Case Study of Denpasar District Court Decision 958/Pid.Sus/Lh/2021/Pn Dps).</em></p> <p><em>The type of research used is empirical legal research and this research is descriptive in nature. Source of data used comes from primary and secondary data. The data collection technique that the authors use in this study is to use interview and documentation techniques. The theory used in this study is the rule of law theory, law enforcement theory, legal certainty theory and crime prevention theory. The rule of law theory and law enforcement theory are used to dissect the first problem formulation. The theory of legal certainty and the theory of crime prevention are used to dissect the second problem formulation.</em></p> <p><em>The results and conclusions in this study are that law enforcement against the act of hoarding fuel oil in the Legal Area of the Bali Police has not been effective and has not been maximized based on data from the last 3 years which shows an increase indicating violations are still occurring. The efforts of the Police in overcoming the criminal act of misuse of Subsidized Fuel Oil (BBM) are carried out through Pre-emptive Efforts, Preventive Efforts, and Repressive Efforts.</em></p>2024-08-23T03:46:28+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1569LEGAL CONSEQUENCES FOR DEVELOPERS WHO MAKE GAMES CONTAINING ADULT CONTENT IN INDONESIA2024-09-25T11:51:13+08:00Bagus Gede Ari Ramaarirama@undiknas.ac.id<p>This study explores the legal framework governing adult content in video games in Indonesia, focusing on the Electronic Information and Transactions Law (Law No. 11/2008) and Ministerial Regulation No. 11/2016. The study finds that game developers can face various penalties, including administrative, criminal, and civil sanctions, if their games contain adult content that violates legal standards. The research underscores the necessity for laws that adapt to technological advancements and regional differences, ensuring that regulations effectively safeguard youth from inappropriate content.</p>2024-09-24T15:00:26+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1574KEPASTIAN HUKUM PENATAAN RUANG WILAYAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG2024-09-25T11:51:17+08:00Ni Putu Yunika Sulistyawatiyunikamyname@gmail.comSang Ayu Made Ary Kusumawardhaniarykusumawardhani21@gmail.comNi Luh Sutarianiarykusumawardhani21@gmail.com<p>Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang, bahwa Tata Ruang Wilayah adalah wujud dari struktur dan pola ruang, di mana struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara hierarki memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang secara nasional adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang yang berfungsi sebagai kawasan lindung dan peruntukan ruang yang berfungsi sebagai kawasan budidaya. Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain : Bagaimana Implementasi Kebijakan Penataan Ruang di Indonesia serta Bagaimana Kepastian Hukum Penataan Ruang Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu melakukan analisis kebijakan penataan ruang oleh Pemerintah setelah berlakunya undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hasil pembahasan dalam penelitian ini Implementasi Kebijakan Penataan Ruang di Indonesia Kebijakan penataan ruang oleh pemerintah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Peran masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam penataan ruang karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan ruang, yaitu terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dan Kepastian hukum penataan ruang wilayah setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana kepastian hukum merupakan <em>indicator profesionalisme</em> dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat <em>vital</em> dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum juga mnesyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijakan publik tersebut pada akhirnya harus dituangkan dalam system perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum, dan harus mengandung kepastian hukum. Untuk menjamin adanya pemerintahan yang bersih (<em>clean government</em>) serta kepemerintahan yang baik maka pelaksanaan pembangunan hukum harus memenuhi kewajiban <em>procedural</em> (<em>fairness</em>), pertanggungjawaban publik (<em>accountability</em>) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat (<em>responsibility</em>).</p> <p> According to Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning, Regional Spatial Planning is a form of spatial structure and pattern, where spatial structure is the arrangement of residential centers and a network system of infrastructure and facilities that function to support community socio-economic activities in a hierarchical manner. has a functional relationship, while the national spatial pattern is the distribution of space allocations in a region which includes space allocations that function as protected areas and space allocations that function as cultivation areas. Based on the background of the problem as stated above, several problems can be formulated, including: How to Implement Spatial Planning Policy in Indonesia and What is the Legal Certainty of Spatial Planning After the Enactment of Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning. The type of research used in this research is normative legal research, namely analyzing spatial planning policies by the Government after the enactment of Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning. The results of the discussion in this research are Implementation of Spatial Planning Policy in Indonesia Spatial planning policy by the government after the enactment of Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning by the Government and regional governments by involving the role of the community. The role of the community is very important in spatial planning because ultimately the results of spatial planning are for the benefit of the entire community and to achieve the goals of spatial planning, namely the creation of safe, comfortable, productive and sustainable national regional space and legal certainty for regional spatial planning after its enactment. Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning where legal certainty is an indicator of professionalism and a requirement for government credibility, because it is vital in the administration of government and development, as well as in the development of international relations. Upholding legal certainty also requires accuracy in the preparation of various development policies. Because these various public policies must ultimately be stated in the legislative system to have legal force, and must contain legal certainty. To ensure clean government and good governance, the implementation of legal development must fulfill procedural obligations (fairness), public accountability (accountability) and fulfill the obligation to be sensitive to community aspirations (responsibility).</p>2024-09-24T15:05:08+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1583EFEKTIVITAS PENGESAHAN SURAT TANDA NOMOR KENDARAAN (STNK) MELALUI SAMSAT DRIVE THRU BADUNG BERDASARKAN PERATURAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2021 2024-09-25T11:51:43+08:00I KADEK ROI ANDIKAroiandikaikadek@gmail.com<p>Pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor serta Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa pengesahan STNK wajib dilaksanakan setiap tahun dan diajukan sebelum masa berlaku berakhir. Dikeluarkan trobosan Samsat <em>Drive Thru</em> yang memberikan pelayanan lebih cepat pada layanan kantor samsat. Namun kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pengesahan STNK. Sehingga dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana efektivitas pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung, dan 2. Bagaimana hambatan dan upaya kepolisian dalam pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung Berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dan bersifat deskriptif dengan menggunakan asas legalitas, konsep efektivitas, dan konsep penegakan hukum. Teknik pengumpulan data secara triangulasi dengan melakukan observasi, wawancara, dan studi dokumen terkait dengan efektivitas pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung. Selanjutnya analisis data menggunakan pengolahan data secara kualitatif. Efektivitas Pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung apabila diukur dengan indikator pencapaian tujuan, adaptasi, dan integrasi masih perlu dimaksimalkan. Meskipun terdapat peningkatan dari tahun ke tahun terhadap pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung namun masih ditemukan masyarakat yang tidak melaksanakan pengesahan STNK. Terdapat beberapa hambatan dalam pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung antara lain faktor hukum, faktor penegak hukum faktor masyarakat, serta dari faktor sarana dan fasilitas. Upaya yang telah dilakukan kepolisian dalam pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung yaitu dengan memberikan kebijakan hukum dengan tetap berdasarkan aturan yang berlaku, meningkatkan kegiatan sosialisasi, meningkatkan kemampuan personil penegak hukum, memperbaiki sarana dan fasilitas, serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengesahan STNK melalui Samsat <em>Drive Thru</em> Badung.</p> <p><strong>Kata Kunci : Efektivitas, Pengesahan STNK, Samsat <em>Drive Thru</em></strong></p> <p><strong><em> </em></strong><em>Validatoin of Vehicle Number Certificates (STNK) is regulated in Republic of Indonesia National Police Regulation Number 7 of 2021 concerning Registration and Identification of Motorized Vehicles and Law Number 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation that ratification of STNK must be carried out every year and submitted before the term expires. A Samsat Drive Thru breakthrough was issued which provides faster service to Samsat office services. But in reality there are still many people who do not validate their STNK. So that the formulation of the problem can be formulated, namely: 1. What is the effectiveness of validating STNK through the Badung Drive Thru Samsat, and 2. What are the obstacles and efforts of the police in validating STNK through the Badung Drive Thru Samsat Based on Republic of Indonesia National Police Regulation Number 7 of 2021.</em> <em>This type of research is empirical legal research and is descriptive in nature using the principles of legality, the concept of effectiveness, and the concept of law enforcement. The technique of collecting data is triangulation by conducting observations, interviews, and studying documents related to the effectiveness of validating STNK through the Badung Drive Thru Samsat. Furthermore, data analysis uses qualitative data processing.</em> <em>The effectiveness of validating vehicle registration certificates (STNK) through the Badung Drive Thru Samsat when measured by indicators of goal attainment, adaptation and integration still needs to be maximized. Even though there has been an increase from year to year in the validation of STNK through the Badung Drive Thru Samsat, there are still people who do not carry out the validation of STNK. There are several obstacles in validating STNK through the Badung Drive Thru Samsat, including legal factors, law enforcement factors, community factors, as well as facilities and facilities. Efforts that have been made by the police in validating STNK through the Badung Drive Thru Samsat, namely by providing legal policies that are still based on applicable regulations, increasing outreach activities, increasing the ability of law enforcement personnel, improving facilities and facilities, as well as monitoring and evaluating the implementation of STNK validation through Badung Drive Thru Samsat.</em></p> <p><strong><em>Keywords: Effectiveness, STNK Validation, Drive Thru Samsat</em></strong></p>2024-09-24T15:13:39+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1582TINJAUAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKSANAAN UU NO. 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP2024-09-25T11:52:03+08:00I Komang Agung Sri Brahmandarandakomang607@gmail.comA.A. Mas Adi Trinaya Dewiagungmasadi@gmail.com<p>Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hukum pidana pada hakikatnya adalah “hukum sanksi” yang tujuannya untuk mengatur dan menentukan ketertiban dalam masyarakat, menjamin keamanan dan juga keselamatan negara. Maksud dari kata-kata tersebut yaitu bahwa hukum pidana merupakan sarana pemaksa untuk melindungi warga masyarakat terhadap perbuatan yang merugikan atau yang mengakibatkan terjadinya penderitaan pada pihak lain yang dalam hal ini adalah pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun samapai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam penulisan artikel ini diambil beberapa perumusan masalah yaitu, Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelaksanaan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup saat ini? dan bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap pelaksanaan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup pada masa mendatang? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis normative dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (<em>the statute approach)</em>. Kebijakan hukum pidana lingkungan hidup pada saat ini belum dapat dikatakan secara optimal karena dalam penanganannya masih dalam batas teguran, sehingga belum ada vonis hakim yang dapat memenjarakan ataupun memidanakan pelaku tindak pidana pencemaran lingkungan hidup. Untuk kebijakan hukum pidana lingkungan hidup untuk masa yang akan datang pengawas lingkungan harus melakukan sosialisasi dan membuat buku pedoman pengawasan kegiatan lingkungan untuk pengawasan lingkungan hidup.</p> <p><em>The living environment is the unity of space with all objects, forces, conditions and living creatures, including humans and their behavior which influences the continuity of life and welfare of humans and other living creatures. Criminal law is essentially a "law of sanctions" whose aim is to regulate and determine order in society, guarantee the security and safety of the state. The meaning of these words is that criminal law is a means of coercion to protect citizens against actions that are detrimental or cause suffering to other parties, which in this case is environmental pollution. Environmental pollution is the entry or entry of living creatures, substances, energy and/or other components into the environment by human activities so that their quality decreases to a certain level which causes the environment to be unable to function according to its intended purpose. In writing this article, several problem formulations were taken, namely, what is the criminal law policy regarding the implementation of Law no. 23 of 1997 concerning the current environment? and what is the criminal law policy regarding the implementation of Law no. 23 of 1997 concerning the Environment in the future? The research method used in this research is a normative legal method with the type of research used being normative juridical research and studied using a statutory approach. Environmental criminal law policy at this time cannot be said to be optimal because its handling is still within the limits of warnings, so there has been no judge's verdict that can imprison or criminalize perpetrators of criminal acts of environmental pollution. For environmental criminal law policy for the future, environmental supervisors must carry out outreach and create a guidebook for monitoring environmental activities for environmental monitoring.</em></p> <p><strong> </strong></p>2024-09-25T11:30:08+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1586PELAKSANAAN PIDANA TAMBAHAN PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN NEGERI KLUNGKUNG2024-09-25T11:52:23+08:00I Komang Pasek Gunadiikomangpasekgunadi14@gmail.com<p><strong>ABSTRA</strong><strong>K</strong></p> <p>Kejaksaan selain kewenangannya dalam melakukan penuntutan juga memiliki kewenangan sebagai eksekutor untuk melaksanakan putusan pengadilan. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti yakni belum optimalnya pengembalian kerugian keuangan negara berkaitan dengan kewenangan Kejaksaan sebagai lembaga yang bertugas mengeksekusi sebuah putusan pengadilan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan pidana tambahan ini, penelitian ini akan dilakukan di Kejaksaan Negeri Klungkung sebagai salah satu Kejaksaan Negeri yang ada di wilayah hukum Provinsi Bali. Adapun rumusan masalah pertama, Bagaimana pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti di Kejaksaan Negeri Klungkung dan apakah hambatan dalam pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti di Kejaksaan Negeri Klungkung</p> <p>Penelitian ini memuat penelitian hukum empiris, dengan menggunakan sifat penelitian eksplanatoris.Sumber Data terdiri dari Sumber Data Primer, Data Sekunder, Teknik pengumpulan data yang dugunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, Analisis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.</p> <p>Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dikaji dan diuraikan, maka kesimpulan yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut, Pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti belum berjalan sempurna, sehingga tujuan pidana tambahan ini belum tercapai secara maksimal. Dan kedua, Hambatan dalam pelaksanaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti di Kejaksaan Negeri Klungkung yakni peraturan-peraturan hukum yang ada belum mendukung penuh upaya pelaksanaan pidana tambahan ini.</p> <p> </p> <p>Kata kunci : Pidana Tambahan, Uang Pengganti, Korupsi</p> <p> </p> <p><strong><em>ABSTRACT</em></strong></p> <p><em>The Attorney General's Office, in addition to its authority in carrying out prosecutions, also has the authority as executor to carry out court decisions. The problem that occurs in the implementation of additional criminal payments for replacement money is that the return of state financial losses is not yet optimal related to the authority of the Attorney General's Office as an institution tasked with executing a court decision. Therefore, to find out the problems in the implementation of this additional sentence, this research will be conducted at the Klungkung State Prosecutor's Office as one of the State Prosecutors' Offices in the jurisdiction of the Province of Bali. As for the formulation of the first problem, How is the implementation of additional criminal payment of replacement money at the Klungkung District Attorney's Office and what are the obstacles in implementing additional criminal payment of replacement money at the Klungkung District Attorney's Office</em></p> <p><em>This study includes empirical legal research, using the nature of explanatory research. The data sources consist of primary data sources, secondary data. The data collection technique used in this research is interviews. The data analysis used in this research is qualitative analysis.</em></p> <p><em>Based on the results of the research that has been reviewed and described, the conclusions that can be conveyed are as follows, The implementation of additional punishment for payment of replacement money has not been perfect, so that the purpose of this additional punishment has not been optimally achieved. And second, obstacles in the implementation of the additional penalty for payment of replacement money at the Klungkung District Attorney, namely the existing legal regulations have not fully supported efforts to implement this additional penalty.</em></p> <p> </p> <p><em>Keywords:</em> <em>Additional Criminal, Compensation Money, Corruption.</em></p>2024-09-25T11:44:10+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmikahttp://43.243.142.146/index.php/kertadyatmika/article/view/1585HUKUM DEKONTRUKSI PARIWISATA BUDAYA BALI: ANTARA KEARIFAN LOKAL DAN KOMERSIAL2024-09-25T11:52:54+08:00Ni Nyoman Putri Purnama Santhiputripurnama27@unbi.ac.idAnak Agung Linda Cantikalindacantika900@gmail.com<p>Perkembangan dewasa ini, Pulau Bali memiliki tantangan yang dilematis antara dua hal berseberangan yakni kearifan lokal dan komersialisasi. Derasnya arus perkembangan globalisasi dan modernisasi memberikan dampak yang sangat berpengaruh terhadap pariwisata Bali. Apabila ditelaah berdasarkan kajian hukum, perlu kiranya dilakukan suatu upaya yakni hukum dekontruksi. Hukum dekontruksi secara garis besar ditujukan untuk evaluasi atas subtansi hukum yang berkenaan dengan kearifan lokal dan komersialisasi pariwisata budaya Bali. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu bentuk upaya mengkaji kembali dan merevisi peraturan yang ada untuk menghindari eksploitasi dan menekan arus komersialisasi budaya pada Pariwisata Bali. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan hukum dekontruksi dan perkembangan pariwisata budaya Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan hukum dekonstruksi dapat menjadi solusi efektif untuk menangani komersialisasi pariwisata budaya Bali dengan melakukan identifikasi dan penalaran kritis terhadap sejumlah regulasi yang sudah ada berkenaan dengan pariwisata budaya Bali.</p> <p><em>The current development of Bali Island has a dilemmatic challenge between two opposing things, namely local wisdom and commercialization. the current development of globalization and modernization has a very influential impact on Bali Tourism. Based on legal studies, it is necessary to make an effort, namely deconstruction law. The deconstruction law is generally aimed to evaluate the substance of the law relating to local wisdom and commercialization of Balinese cultural tourism. This research aims to make an effort to review and revise existing regulations to avoid exploitation and suppress the flow of culture commercialization in Bali tourism. This research uses a normative method by reviewing legislation, books, journals, and articles related to deconstruction law and the development of Balinese cultural tourism. The results show that the legal deconstruction approach can be an effective solution to deal with the commercialization of Balinese cultural tourism by identifying and critically reasoning about existing regulations regarding Balinese cultural tourism.</em></p>2024-09-25T11:49:07+08:00Copyright (c) 2024 Kerta Dyatmika